Kamis, 10 November 2016

Mengenang sosok ayi beutik

"TOUR OF TANGGERANG"

Tour Tangerang bagi sebagian besar bobotoh bisa jadi dianggap salah satu tour wajib. Hal ini dikarenakan jarak tempuh yang relatif pendek untuk sebuah tour supporter dan biasanya PERSIB selalu menang di Tangerang. Dahulu PERSIB mengunjungi Tangerang dua kali untuk menjajal 2 tim yaitu Persita dan Persikota, namun di stadion yang sama, Stadion Benteng.

Dari sekian tour Tangerang yang saya ikuti, ada beberapa momen yang coba saya bagi, utamanya karena bersama sosok Mang Ayi saat itu. Pernah suatu ketika dalam bus menuju Tangerang, ada dua orang bobotoh yang ngobrol, intinya mereka berharap semoga pertandingan nanti berjalan lancar dan tidak rusuh. Mang Ayi yang mendengar obrolan itu langsung berdiri, ”nu sieun ngke bakalan rusuh mendingan turun ti ayeuna mumpung can asup tol. Da engke di Tangerang mah geus pasti rusuh. Da mun moal rusuh jelema-jelema ieu (sambil menunjuk beberapa bobotoh di dekatnya) justru moal milu.” Ucapan itu disambut tawa seisi bus, sementara dua orang sahabat yang termasuk kategori bobotoh santun dan baik hati serta cinta perdamaian hanya diam saja tak menjawab. Ya…itulah kenyataannya, justru bagi sebagian besar bobotoh, sensasi lain dari tour Tangerang ini adalah bentrokan dengan para pendukung tuan rumah yang dapat dipastikan akan selalu terjadi, walau dalam konteks kecil-kecilan seperti lempar-lemparan batu. Bisa ditelusuri dalam pemberitaan, biasanya selalu ada saja bobotoh yang kepalanya bocor jika PERSIB main di Tangerang.

Ada suatu kejadian yang tak bisa saya lupakan dalam salah satu tour Tangerang. Saat itu dalam perjalanan pulang usai dijamu Persikota, tiba-tiba saat jalanan macet rombongan bus bobotoh dilempari batu dari luar, beberapa kaca pecah, bobotoh-bobotoh kategori “kolot bragajul” justru senang dengan insiden ini dan langsung keluar bus mengejar para pelempar. Pendek kata, terjadi bentrok di jalanan antara supporter PERSIB yang keluar dari bus dan para supporter Persikota yang menyerang dan bersembunyi dari gang-gang kecil. Mang Ayi tentunya antusias juga dan termasuk paling awal keluar bus. Singkat sekali bentrokan terjadi karena kebanyakan pendukung Persikota tak menyangka respon bobotoh justru keluar bus dan mengejar. Kebanyakan mereka masuk dan berlari cepat ke gang-gang kecil. Saya melihat Mang Ayi muncul dari parit membawa satu balok kayu namun raut wajahnya terlihat tak terlalu gembira. Di bus saya tanya, kok bisa-bisanya ada balok kayu sebesar itu, apa membawa dari Bandung? Mang Ayi tak menjawab pertanyaan saya, dia hanya mengatakan bahwa tadi dia mengejar supporter Persikota hingga parit namun saat akan memukulnya tiba-tiba Mang Ayi berubah pikiran, tidak jadi dan justru melepaskannya. Alasan Mang Ayi adalah … ”budak leutik keneh Ko, watir … inget ka si Jaya urang mah.” Momen ini membuat saya menangkap dan memiliki persepsi tentang sisi Mang Ayi yang memiliki nurani di balik seluruh tindak-tanduknya yang biasa dikenal. Entah apa karena setelah menjadi seorang ayah Mang Ayi menjadi seperti ini? Karena alasan dia melepaskan supporter Persikota adalah karena tak tega dan teringat putra sulungnya yang bernama Jayalah Persibku. Masih tentang Jayalah Persibku putra sulungnya, pada suatu ketika pernah juga Mang Ayi curhat tentang putra sulungnya itu (seperti diulas dalam tulisan sebelumnya, Mang Ayi ini kalau banyak orang pasti heureuy dan ga pernah serius, tapi kalau berdua ya ujung-ujungnya curhat), dia mengatakan bahwa dia masih syok setelah beberapa hari. Penyebabnya adalah ketika dia membawa Jayalah Persibku-yang usianya dulu baru beberapa bulan, menonton latihan PERSIB, dan ada suatu peristiwa dimana Jaya yang digendongnya nyaris terkena bola hasil tendangan Claudio Lizama yang tentunya sangat keras. Mang Ayi mengatakan jarak bola dan Jaya sangat-sangat dekat, dan jika benar-benar terkena pastilah fatal akibatnya. Jika orang dewasa saja pasti akan nyeri terkena bola hasil tendangan sekeras itu, apalagi Jaya yang saat itu dapat dikatakan masih bayi. Sejak itulah Mang Ayi trauma menonton latihan PERSIB jika harus membawa Jaya yang masih kecil.

Ada satu lagi momen, kali ini saat dijamu Persita. Saat itu PERSIB tampil buruk dan penonton yang tidak puas mendatangi bench di mana saat itu ada pula pejabat tinggi seperti Walikota Dada Rosada yang baru beberapa bulan memimpin Bandung, juga ada Umuh Muchtar yang masih dikenal sebagai bobotoh dan pengusaha. Entah bagaimana awalnya, intinya sih karena materi tim saat itu buruk dan manajemen dianggap bertanggung jawab. Tiba-tiba terjadi kericuhan di bench PERSIB yang diontrog suporternya sendiri. Saya tak akan berspekulasi karena hanya menyimak dari jauh. Namun malam harinya di Bandung, Sekretariat Viking di Jalan Gurame didatangi ormas, belasan pria kekar mencari Mang Ayi-diduga terkait insiden bench sore sebelumnya di Stadion Benteng. Namun ketika disinggung tentang kejadian yang sudah sangat lama itu, Mang Ayi mengakui bahwa itulah momentum dimana Viking sudah menyadari kehadirannya ternyata memiliki nilai untuk dirangkul oleh birokrat, karena tipikal Walikota Dada Rosada sebagai birokrat murni yang cenderung bermain aman, menghindari konflik dan lebih suka merangkul agar tak terjadi suara-suara sumbang. Jika kita perhatikan gaya Dada ini tak hanya kepada Viking saja, tapi juga ormas-ormas, OKP-OKP, media-media dsb. Belakangan kita bisa melihat betapa terlalu mesranya suatu kelompok supporter dengan sosok penguasa, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya, terutama di masa kepemimpinan Walikota AA Tarmana yang lugas, frontal cenderung tanpa kompromi. Ya, Mang Ayi tak memungkiri bahwa itulah momentum dimana Viking sudah mulai “pintar” dan “menjual” secara politis.

Penulis: @ekomaung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar